Kehidupan

Anjani – 3

Cerita sebelumnya..

Bogor, 2006

Dan Jani hanya mengangguk begitu cepat. Semangatnya menggebu, yang ada dipikirannya saat ini hanyalah pelajaran-pelajaran yang pernah diajarkan oleh gurunya saat di Taman Kanak-Kanak dulu.

Pertanyaan demi pertanyaan terus diberikan oleh sang guru, Jani selalu berhasil menjawab tanpa ada kesalahan satupun. Terbukti Jani memanglah anak yang pintar juga cerdas. Ibu guru yang sedari tadi mengetes Jani hanya bisa menggelengkan kepala dan tersenyum tak menyangka. Begitupun dengan Ibu Jani yang ikut tersenyum juga. Duduk dibelakang menunggu Jani sambil memperhatikan dan mendengarkan sayup-sayup pembicaraan mereka.

“Kamu hebat Jani, semua pertanyaan yang kamu jawab benar semua..!!” Ucap Ibu Guru dengan girang.

Gadis kecil yang mengenakan kaos lengan pendek dan celana bahan yang tampak kusut itu ikut tersenyum girang, senang akan hasil yang telah ia dapatkan.

“Ibu… Jani sudah beres di tesnya,” teriak Anjani menghampiri ibunya.

“Kata bu guru, Jani hebat! Soalnya jawaban Jani betul semua bu.!!” Lanjut Jani begitu senang.

“Wah yang benar Jani?, ” Jawab Ibu seakan tidak tahu. “Memang hebat anak ibu!! Ibu bangga sama kamu sayang.” Lanjut ibu sambil memeluk Jani dan mencium keningnya.

15 menit lagi pengumuman hasil penerimaan murid baru, dan di detik seperti ini Ibu Jani lah yang paling khawatir akan hasil tes anaknya itu. Karna sejak kejadian yang dilihatnya tadi, Ibu Jani menjadi tidak enak dengan perasaannya.

“Apakah anakku bisa lolos? Sedangkan orang tua yang lain sudah mencuri start duluan? Ya allah berilah kami jawaban yang terbaik, hamba yakin kau tidak akan mempersulit segala hal yang bersih.” Lirih ibu dalam hati

Pengumuman pun dimulai, para orangtua murid dan calon murid dikumpulkan didalam aula besar. Mulailah disana diumumkan satu persatu nama anak yang diterima di sekolah itu. Ibu Jani semakin deg-deg an, karna jika nama Jani tidak disebut di awal-awal itu artinya Anjani tidak lolos. Dan benar, apa yang di khawatirkan Ibu Jani terjadi.

“Andika Cohyo…, Annisa Bigia…, Azzahra…, Bayu..,”Dan seterusnya hingga selesai.

Sorak sorai ramai memenuhi aula besar itu, namun tidak untuk Jani dan Ibunya. Nihil. Tak ada nama Anjani disebutkan. Jani mungkin belum menyadari, tapi Ibu Jani hanya menghela napas pasrah dengan kenyataan yang baru saja diterimanya. Harus menahan tangis haru didepan anak yang di sayanginya itu.

“Bagaimana bisa?? Bagaimana bisa Jani tidak lolos tes itu? Sudah jelas aku yang menjadi saksi bahwa anakku berhasil menjawab tiap pertanyaan guru itu, bagaimana bisa?” Ibu terus bertanya dalam hatinya.

“Apa karna tidak ada uang bersih yang kuberikan? Tapi kenapa ya Allah? Hamba hanya ingin jalan yang terbaik juga bersih” Jeritnya dalam hati.

“Ibu.. Jani lolos kan?? Jani diterimakan bu?” tanya Jani membuyarkan lamunan Ibunya.

Ibu Jani hanya menatap nanar ke arah Jani, tak mungkin jika dia harus berkata jujur, tapi berkata bohong pun bukan jalan yang tepat untuk perihal ini. Ibu Jani pun memutuskan untuk jujur dan memberi pengertian kepada Jani. Lalu ditariklah anak kesayangannya itu kehadapannya lalu Ibu Jani berdiri setengah lutut menyama ratakan tingginya dengan Jani.

“Jani sayang, anak ibu yang cantik, yang pinter, anak kebanggaan ibu yang paling hebat..” Ibu berusaha menguatkan diri.

“Jani jangan kecewa ya.. Jani belum bisa diterima di sekolah ini..” belum sempat Ibu menyelesaikan omongannya Jani pun langsung menangis memeluk Ibunya. Sungguh sedih perasaan Jani saat itu, semua yang dia harapkan sirna begitu saja.

Tepat didepan gerbang sekolah, orang-orang hilir mudik dengan perasaan senang, namun tak sedikit pula anak yang bernasib seperti Jani. Jani terus menangis dipundak ibunya, tanpa bersuara sedikitpun. Begitu terasa oleh Ibunya bahwa Jani sangat terpukul, Mungkin Jani pun merasa kecewa karna merasa janggal, tes yang tadi dia laksanakan benar – benar terjawab, tapi kenapa dia tidak lolos?

Saat itu, disiang hari yang begitu terik, Jani hanya bisa menangis dan terus menangis. Pagar dan lapangan sekolah lah yang menjadi saksi bisu keharuan Jani.

Ketika suasana sekolah sudah mulai sepi, yang tersisa hanyalah guru dan pegawai sekolah, Jani hanya diam didepan pagar. Ambisi dengan keinginannya bahwa dia sangat ingin masuk kesekolah itu. Akhirnya Ibu Jani memutuskan untuk menemui Kepala Sekolah.

Penasaran dengan kejadian selanjutnya di ruangan kepala sekolah seperti apa? Tunggu cerita selanjutnya..

Cerita Selanjutnya..

2 tanggapan untuk “Anjani – 3”

Tinggalkan komentar