
Maksud dari kalimat “Percayalah, jika didalamnya hancur, maka para arsitektur pun ikut melebur”, yaitu dimana sebuah keluarga, yang diibaratkan bangunan rumah lalu di dalamnya (orangtua) itu hancur, maka para arsitektur (anak-anak) pun ikut melebur dan hancur.
Kenapa demikian? Rumah tangga sepasang suami istri di bangun oleh kasih dan sayang dari ketulusan mereka masing-masing, dan akan kokoh jika dikaruniai keturunan seorang anak yang diibaratkan sebuah tiangnya. Lalu bagaimana jika bangunan rumah itu roboh? Sudah jelas tiang-tiang itu akan ikut hancur berleburan juga bukan?.
Broken home, yaitu suatu keadaan dimana seorang anak tidak lagi merasakan kehangatan di dalam rumah, berkurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua, dan merasa tertekan dengan keadaan yang sedang dialaminya. Banyak dari mereka yang merasa hidupnya tak berarti hingga memutuskan untuk pergi dan mati.
Biasanya kasus ini terjadi akibat perceraian orang tua, keadaan financial yang rendah, atau terjadi kekerasan terhadap sang anak. Sekitar 3 dari 10 anak broken home yang berhasil melewati masa-masa sulitnya. Sisanya mereka terperosok ke jalur yang salah.
Salah satunya pergaulan bebas, anak-anak yang berkasus Broken Home ini akan melakukan hal yang menurutnya bisa mengobati rasa sedihnya. Padahal.. Jika dia salah mengambil jalan, bukannya terobati yang ada malah melukai. Anak-anak yang sudah terjerumus pada pergaulan bebas akan merasakan dampak yang negatif, seperti penyalah gunaan narkoba, terjadinya kriminalitas, bahkan hamil di luar nikah.
Bayangkan, betapa pedihnya hidup mereka. Harus menjalani dua masalah bersamaan. Lalu? Kalo sudah begini, siapa yang harus disalahkan? Orang tuanya?? Atau kah dia, sang korban broken home? Jawabannya tidak ada yang bisa disalahkan.
Karena, terjadinya kasus ini tidak ada yang pernah tau pada siapa, kapan, dan dimana akan dirasakan. Tapi, jika kedua orangtua tersebut sayang pada keluarganya, menjadikan anak sebagai faktor utama mempertahankan pernikahan, seharusnya orang tua bisa mengontrol emosinya dan memikirkan masa depan anaknya. Bukan malah berlaku sewenang-wenang mengikuti egonya.
Dan sebaliknya, jika memang di suatu keluarga itu sudah terlanjur hancur, si anak tidak perlu menangis berlarut-larut, merasa dunia tidak memihak padanya, hingga menimbulkan rasa benci kepada kedua orangtuanya, dan berakhir pada jalan yang menyimpang yang merugikan dirinya.
Seharusnya dia mengambil langkahnya ke langkah yang lebih baik. Yaitu, menjalani aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan usianya. Misal, mengikuti organisasi salah satunya. Manfaatnya, agar kita lebih cakap, dan tentunya merasa sibuk karna organisasi tersebut, sehingga kita tidak terlalu berlarut-larut memikirkan masalah yang sedang di alami.
Dan perlu diingat, tidak semua anak yang broken home tidak memiliki kepribadian yang baik, mereka hanya kurang mendapat arahan dari dua orang yang sangat disayanginya yaitu orangtuanya.
Oleh karena itu, siapapun kamu yang sekarang sedang mengalami kasus ini, marilah kita perbanyak perbuatan-perbuatan positif agar energi yang kita terima kedalam tubuh kita pun berupa energi yang positif. Kita bisa memulainya dengan mendekatkan diri pada Allah swt. Dengan begitu kita bisa memiliki landasan agama yang kuat sehingga kita tidak akan terjerumus pada hal-hal negatif yang dapat merusak diri.
Semua orang pasti ingin memiliki keluarga yang harmonis, rukun, dan dipenuhi rasa kasih sayang, juga perhatian. Bagi kalian yang saat ini merasa memiliki keluarga yang masih lengkap, dengan kondisi yang harmonis, penuh perhatian dari orang tua, maka banyak-banyaklah kalian untuk bersyukur. Karna masih banyak anak-anak diluar sana yang membutuhkan semua itu.



